Rabu, Juni 08, 2011

JAMBU BIJI / JAMBU BATU ( Psidium guajava L. )



1. SEJARAH SINGKAT
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris
disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar
ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah
dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut
juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu tersebut kemudian dilakukan
persilangan melalui stek atau okulasi dengan jenis yang lain, sehingga akhirnya
mendapatkan hasil yang lebih besar dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan
tidak berbiji yang diberi nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari
Bangkok.

2. JENIS TANAMAN
Dari sejumlah jenis jambu biji, terdapat beberapa varietas jambu biji yang digemari
orang dan dibudidayakan dengan memilih nilai ekonomisnya yang relatif lebih tinggi
diantaranya:
1) Jambu sukun (jambu tanpa biji yang tumbuh secara partenokarpi dan bila tumbuh
dekat dengan jambu biji akan cenderung berbiji kembali).
2) Jambu bangkok (buahnya besar, dagingnya tebal dan sedikit bijinya, rasanya
agak hambar). Setelah diadakan percampuran dengan jambu susu rasanya
berubah asam-asam manis.
3) Jambu merah.
4) Jambu pasar minggu.
5) Jambu sari.
6) Jmabu apel.
7) Jambu palembang.
8) Jambu merah getas.

3. MANFAAT TANAMAN
1) Sebagai makanan buah segar maupun olahan yang mempunyai gizi dan
mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi, dengan kadar gula 8%. Jambu
biji mempunyai rasa dan aroma yang khas disebabkan oleh senyawa eugenol.
2) Sebagai pohon pembatas di pekarangan dan sebagai tanaman hias.
3) Daun dan akarnya juga dapat digunakan sebagai obat tadisional.
4) Kayunya dapat dibuat berbagai alat dapur karena memilki kayu yang kuat dan
keras.

4. SENTRA PENANAMAN
Jambu biji dibudidayakan di negara-negara seperti Jepang, Malaysia, Brazilia dan
lain-lain. Di Indonesia, Pulau Jawa merupakan sentra penanaman buah jambu
terbesar antara lain di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah DI
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sentra produksi yang lain adalah Sumatera dan
Kalimantan. Pada tahun-tahun terakhir ini jambu biji telah berkembang dan kemudian
muncul jambu Bangkok yang dibudidayakan di kota Kleri, Kabupaten Karawang,
Jawa Barat.

5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
1) Dalam budidaya tanaman jambu biji angin berperan dalam penyerbukan, namun
angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan pada bunga.
2) Tanaman jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di
daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara
1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun.
3) Tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal
pada suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat
menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), yang ideal musim
berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli
September sedang musim buahnya terjadi bulan Nopember-Februari bersamaan
musim penghujan.
4) Kelembaban udara sekeliling cenderung rendah karena kebanyakan tumbuh di
dataran rendah dan sedang. Apabila udara mempunyai kelembaban yang rendah,
berarti udara kering karena miskin uap air. Kondisi demikian cocok untuk
pertumbuhan tanaman jambu bij.

5.2. Media Tanam
1) Tanaman jambu biji sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah.
2) Jambu biji dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak
mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat
dan sedikit pasir.
3) Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya,
yaitu antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan
pengapuran terlebih dahulu.

5.3. Ketinggian Tempat
Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1200
m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
Pembibitan pohon jambu biji dilakukan melalui sistem pencangkokan dan okulasi,
walaupun dapat juga dilakukan dengan cara menanam biji dengan secara langsung.

1) Persyaratan Benih
Benih yang diambil biasanya dipilih dari benih-benih yang disukai oleh masyarakat
konsumen yang merupakan bibit unggulan seperti jambu bangkok. Bibit yang baik
antara lain yang berasal dari:
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya
persarian bersilang.

2) Penyiapan Benih
Setelah buah dikupas dan diambil bijinya, lalu disemaikan dengan jalan fermentasi
biasa (ditahan selama 1-2 hari) sesudah itu di angin-anginkan selama 24 jam
(sehari semalam). Biji tersebut direndam dengan larutan asam dengan
perbandingan 1:2 dari air dan larutan asam yang terdiri dari asam chlorida (HCl)
25% Asam Sulfat (H2S04) BJ : 1.84, caranya direndam selama 15 menit
kemudian dicuci dengan air tawar yang bersih sebanyak 3 kali berulang/dengan
air yang mengalir selama 10 menit, kemudian dianginkan selama 24 jam. Untuk
menghidari jamur, biji dapat dibalur dengan larutan Dithane 45, Attracol 70 WP
atau fungisida lainnya. Setelah batang pokok telah mencapai ketinggia 5-6 meter
bibit yang disemaikan baru dapat dilakukan okulasi /cangkok yang kira-kira telah
bergaris tengah 1cm dan tumbuh lurus, kemudian dengan menggunakan pisau
okulasi dilakukan pekerjaan okulasi dan setelah selesai pencangkokan ditaruh
dalam media tanah baik dalam bedengan maupun didalam pot/kantong plastik,
setelah tanaman sudah cukup kuat baru dipindah kelokasi yang telah disiapkan.

3) Teknik Penyemaian Benih
Pilih lahan yang gembur dan sudah mendapat pengairan serta mudah dikeringkan
disamping itu mudah diawasi untuk penyemaian. Cara penyemaian adalah
sebagai berikut: tanah dicangkul sedalam 20-30 cm sambil dibersihkan dari
rumput-rumput, batu-batu dan sisa pepohonan dan benda keras lainnya,
kemudian tanah dihaluskan sehingga menjadi gembur dan dibuat bedengan yang
berukuran lebar 3-4 m dan tinggi sekitar 30 cm, panjang disesuaikan dengan
lahan yang idel sekitar 6-7 m, dengan keadaan bedengan membujur dari utara ke
selatan, supaya mendapatkan banyak sinar matahari, dengan jarak antara bedeng
1 m, dan untuk menambah kesuburan dapat diberi pupuk hijau, kompos/pupuk
kandang sebanyak 40 kg dengan keadaan sudah matang dan benih siap
disemaikan. Selain melalui proses pengecambahan biji juga dapat langsung
ditunggalkan pada bedeng-bedang yang sudah disiapkan, untuk menyiapkan
pohon pangkal lebih baik melalui proses pengecambahan, biji-biji tersebut ditanam
pada bedeng-bedeng yang berjarak 20-30 cm setelah berkecambah sekitar umur
1-2 bulan, sudah tumbuh daun sekitar 2-3 helai maka bibit dapat dipindahkan dari
bedeng persemaian ke bedeng penanaman. Setelah mencapai keinggian 5-6 m,
kurang lebih telah berumur 6-9 bulan pencangkokan atau okulasi dapat dimulai
dengan mengerat cabang sepanjang 10-15 cm kemudian diberi media tanah yang
telah diberi pupuk kandang, kemudian dibalut dengan sabut kelapa atau plastik
yang telah diberi lubang-lubang sirkulasi, kemudian diikat dengan tali plastik
supaya menjaga petumbuhan akar tidak mengalami hambatan. Akar akan tumbuh
dengan cepat, sekitar 2-3 bulan. Mulai dlakukan okulasi dengan mata tangkai
yang telah berumur 1 th, melalui cara Forkert yng disempurnakan, dengan lebar
0,8 cm setinggi 10 cm dari permukaan tanah, setelah dikupas kulitya sebesar 2/3
pada bagian bibir kulit dan setelah berumur 2-3 minggu tali dilepas jika kelihatan
mata tetap konndisi hijau, okulasi dianggap berhasil dan pohon pangkal diatas
okulasi setinggi 5 cm direndahakan supaya memberi kesempatan mata terebut
untuk berkembang dan setelah itu pohon pangkal dipotong, bibit hasil okulasi
dapat dipindah pada pot-pot atau kantong plastik, kemudian dilakukan
pemotongan pada akar tunggang sedikit supaya akar akan lebih cepat berkebang.
Setelah itu baru dilakukan penanaman dalam lobang-lobang bedengan yang telah
dipersiapkan.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
Pemberian pupuk kandang sebelum disemaikan akan lebih mendorong
pertumbuhan benih secara cepat dan merata, setelah bibit mulai berkecambah
sekitar umur 1-1,5 bulan dilakukan penyiraman dengan menggunakan larutan
Atoik 0,05-0,1% atau Gandasil D 0,2%, untuk merangsang secara langsung pada
daun dan akar, sehingga memberikan kekuatan vital untuk kegiatan pertumbuhan
sel. Setelah itu dilakukan penyiraman pagi-sore secara rutin, hingga kecambah
dipindah ke bedeng pembibitan, penyiraman dilakukan cukup 1 kali tiap pagi hari
sampai menjelang mata hari terbit, alat yang digunakan "gembor" supaya
penyiraman dapat merata dan tidak merusak bedengan, diusahakan supaya air
dapat menembus sedalam 3-4 cm dari permukaan. Selanjutnya dilakukan
pendangiran bedengan supaya tetap gembur, dilakukan setiap 2-3 minggu sekali,
rumput yang tumbuh disekitarnya supaya disiangi, hindarkan dari serangan hama
dan penyakit, sampai umur kurang lebih 1 tahun, baru setelah itu dapat dilakukan
pengokulasian dengan sistem Fokert yang sudah disempurnakan, sebelum
dilakukan okulasi daun-daun pohon induk yang telah dipilih mata kulitnya
dirontokkan, kemudian setelah penempelan mata kulit dilakukan, ditunggu sampai
mata kulit itu tumbuh tunas, setelah itu batang diatas tunas baru pada pohon induk
di pangkas, kemudian rawat dengan penyiraman 2 kali sehari dan mendangir
serta membersihkan rumput-rumput yang ada disekitarnya. pemberian pupuk
daun dengan Gundosil atau Atonik diberikan setiap 2 minggu sekali selama 4
bulan dengan cara disemprotkan melalui daun, tiap tanaman disemprot 50 cc
larutan.

5) Pemindahan Bibit
Cara pemindahan bibit yang telah berkecambah atau telah di cangkok maupun
diokulasi dapat dengan mencungkil atau membuka plastik yang melekat pada
media penanaman dengan cara hati-hati jangan sampai akar menjadi rusak, dan
pencungkilan dilakukan dengan kedalaman 5 cm, agar tumbuh akar lebih banyak
maka dalam penanaman kembali akar tunggangnya dipotong sedikit untuk
menjaga terjadinya penguapan yang berlebihan, kemudian lebar daun dipotong
separuh. Ditanam pada bedeng pembibitan dengan jarak 6-7 m dan ditutupi
dengan atap yang dipasang miring lebih tinggi di timur, dengan harapan dapat
lebih banyak kena sinar mata hari pagi. Dan dilakukan penyiraman secara rutin
tiap hari 2 kali, kecuali ditanam pada musim penghujan.

6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Sebagai salah satu syarat dalam mempersiapkan lahan kebun buah-buahan
khususnya Jambu biji dipilih tanah yang subur, banyak mengandung unsur
nitrogen, meskipun pada daerah perbukitan tetapi tanahnya subur, dilakukan
dengan cara membuat sengkedan (teras) pada bagian yang curam, kemudian
untuk menggemburkan tanah perlu di bajak atau cukup dicangkul dengan
kedalaman sekitar 30 cm secara merata. Selanjutnya diberi pupuk kandang
dengan dosis 40 kg/m persegi, kemudian dibuatkan bedengan dengan ukuran
1,20 m yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran yang diperlukan.

2) Pembukaan Lahan
Tanah yang akan dipergunakan untuk kebun jambu biji dikerjakan semua secara
bersama, tanaman pengganggu seperti semak-semak dan rerumputan dibuang,
dan benda-benda keras disingkirkan kemudian tanah dibajak atau dicangkul
dalam, dengan mempertimbangkan bibit yang mau ditanam. Bila bibit berasal dari
cangkokan pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam (30 cm), tetapi bila hasil
okulasi perlu pengolahan yang cukup dalam (50 cm). Kemudian dibuatkan saluran
air selebar 1 m dan ke dalam disesuaikan dengan kedalaman air tanah, guna
mengatasi sistem pembuangan air yang kurang lancar. Tanah yang kurus dan
kurang humus/ tanah cukup liat diberikan pupuk hijau yang dibuat dengan cara
mengubur ranting-ranting dan dedaunan dengan kondisi seperti ini dibiarkan
selama kurang lebih 1 tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan pemupukan
sebanyak 2 kaleng minyak tanah (4 kg) per meter persegi. Dilanjutkan pembuatan
bedengan sesuai dengan kebutuhan.

3) Pembentukan Bedengan
Tanah yang telah gembur, dibuatkan bedang-bedang yang berukuran 3 m lebar,
panjang sesuai dengan kebutuhan, tinggi sekitar 30 cm. Bagian atas tanah
diratakan guna menopang bibit yang akan ditanam. Idealnya jarak baris
penanaman benih sekitar 4 m, dipersiapakan jarak didalam baris bedengan
sepanjang 2,5 m dengan keadaan membujur dari utara ke selatan, supaya
mendapatkan banyak sinar matahari pagi, setelah diberi atap pelindung dengan
jarak antara bedeng 1 m, untuk sarana lalu-lintas para pekerja dan dapat
digunakan sebagai saluran air pembuangan, untuk menambah kesuburan dapat
diberi pupuk hijau, kompos/pupuk kandang yang sudah matang. Terkecuali
apabila penanaman jenis jambu Bangkok menggunakan jarak tanaman antara 3
x 2 m.

4) Pengapuran
Pengapuran dilakukan apabila dataran yang berasal dari tambak dan juga dataran
yang baru terbentuk tidak bisa ditanami, selain tanah masih bersifat asam juga
belum terlalu subur. Caranya dengan menggali lobang-lobang dengan ukuran 1 x
1 m, dasar lobang ditaburkan kapur sebanyak 0,5 liter untuk setiap lobang, guna
menetralkan pH tanah hingga mencapai 4,5-8,2. Setelah 1 bulan dari penaburan
kapur diberi pupuk kandang.

5) Pemupukan
Setelah jangka waktu 1 bulan dari pemberian kapur pada lubang-lubang yang
ditentukan kemudian diberikan pupuk kandang dengan urutan pada bulan pertama
diberi NPK dengan dosis 12:24:81 ons/pohon, bulan kedua dilakukan sama
dengan bulan pertama, pada bulan ketiga diberi NPK dengan dosis 15:15:15
ons/pohon dan bulan ke 4 sampai tanaman berbuah, supaya jambu tetap bebuah
gunakan pupuk kandang yang sudah matang dan ditanamkan sejauh 30 cm dari
batang tanaman. Pemupukan merupakan bagian terpenting yang peggunaannya
tidak dapat sembarangan, terlebih-lebih kalau menggunakan pupuk buatan seperti
NPK, kalau dilakukan berlebihan akan berakibat adanya perubahan sifat dari
pupuk menjadi racun yang akan membahayakan tanaman itu sendiri.

6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanaman
Setelah terjadi proses perkecambahan biji yang telah cukup umur ditempatan
pada bedeng-bedang yang telah siap. Juga penyiapan pohon pangkal sebaiknya
melalui proses perkecambahan kemudian ditanam dengan jarak 20 x 30 cm
setelah berkecambah dan berumur 1-2 bulan atau telah tumbuh daun sebanyak 2-
3 helai maka bibit/zaeling dapat dipindahkan pada bedeng ke dua yang telah
dibentuk selebar 3-4 m dengan jarak tanam 7-10 m dengan kedalaman sekitar 30-
40 cm, jarak antara bedeng selebar 1 m, didahului perataan tanah ditengah
bedengan guna pembuatan lubang-lubang penanaman. Untuk menghindari
sengatan sinar matahari secara langsung dibuat atap yang berbentuk miring lebih
tinggi ke timur dengan maksud supaya mendapatkan sinar matahari pagi hari
secara penuh.

2) Pembuatan Lubang Tanaman
Pembuatan lubang pada bedeng-bedeng yang telah siap untuk tempat
penanaman bibit jambu biji yang sudah jadi dilakukan setelah tanah diolah secara
matang kemudian dibuat lobang-lobang dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m yang
sebaiknya telah dipersiapkan 1 bulan sebelumnya dan pada waktu penggalian
tanah yang diatas dan yang dibawah dipisahkan, nantinya akan dipergunakan
untuk penutup kembali lubang yang telah diberi tanaman, pemisahan tanah galian
tersebut dibiarkan selama 1 minggu dimaksudkan agar jasad renik yang akan
mengganggu tanaman musnah; sedangkan jarak antar lubang sekitar 7-10 m.

3) Cara Penanaman
Setelah berlangsung selama 1 pekan lubang ditutup dengan susunan tanah
seperti semula dan tanah di bagian atas dikembalikan setelah dicampur dengan 1
blek (1 blek ± 20 liter) pupuk kandang yang sudah matang, dan kira-kira 2 pekan
tanah yang berada di lubang bekas galian tersebut sudah mulai menurun baru
bibit jambu biji ditanam, penanaman tidak perlu terlalu dalam, secukupnya,
maksudnya batas antara akar dan batang jambu biji diusahakan setinggi
permukaan tanah yang ada disekelilingnya. Kemudian dilakukan penyiraman
secara rutin 2 kali sehari (pagi dan sore), kecuali pada musim hujan tidak perlu
dilakukan penyiraman.

4) Lain-lain
Pada awal penanaman di kebun perlu diberi perlindungan yang rangkanya dibuat
dari bambu/bahan lain dengan dipasang posisi agak tinggi disebelah timur, agar
tanaman mendapatkan lebih banyak sinar matahari pagi dari pada sore hari, dan
untuk atapnya dapat dibuat dari daun nipah, kelapa/tebu. Sebaiknya penanaman
dilakukan pada awal musim penghujan, agar kebutuhan air dapat dipenuhi secara
alamiah.

6.4. Pemeliharaan Tanaman
Meskipun penanaman jambu biji mampu tumbuh dan menghasilkan tanpa perlu
diperhatikan keadaan tanah dan cuaca yang mempengaruhinya tetapi akan lebih
baik apabila keberadaannya diperhatikan, karena tanaman yang diperhatikan
dengan baik akan memberikan imbalan hasil yang memuaskan.

1) Penjarangan dan Penyulaman
Karena kondisi tanah telah gembur dan mudah tanaman lain akan tumbuh kembali
terutama Gulma (tanaman pengganggu), seperti rumput-rumputan dan harus
disiangi sampai radius 1,5-2 m sekeliling tanaman rambutan. Apabila bibit tidak
tumbuh dengan baik segera dilakukan penggantian dengan bibit cadangan. Dan
apabila tumbuh tanaman terlalu jauh jaraknya maka perlu dilakukan penyulaman
dan sebaliknya apabila tumbuhnya sangat berdekatan penjarangan.

2) Penyiangan
Selama 2 minggu setelah bibit yang berasal dari cangkokan/ okulasi ditanam di
lahan perlu penyiangan dilakukan hanya pada batang dahan tua (warna coklat)
dengan dahan muda (warna hijau) dan apabila buah terlalu banyak, tunas yang
ada dalam satu ranting bisa dikurangi, dengan dikuranginya tunas yang tidak
diperlukan akan berakibat buah menjadi besar dan menjadi manis rasanya.
Khusus jambu non biji dengan membatasi percabangan buahnya maksimal 3
buah setelah panjang 30-50 cm dilakukan pangkasan, dan setelah tumbuh
cabang tersier segera dilenturkan ke arah mendatar, guna untuk merangsang
tunas bunga dan buah yang akan tumbuh.

3) Pembubunan
Supaya tanah tetap gembur dan subur pada lokasi penanaman bibit jambu biji
perlu dilakukan pembalikan dan penggemburan tanah supaya tetap dalam
keadaan lunak, dilakukan setiap 1 bulan sekali hingga tanaman bisa dianggap
telah kuat betul.

4) Perempalan
Agar supaya tanaman jambu biji mendapatkan tajuk yang rimbun, setelah
tanaman berumur 2 tahun segera dilakukan perempelan/ pemangkasan pada
ujung cabang-cabangnya. Disamping untuk memperoleh tajuk yang seimbang
juga berguna memberi bentuk tanaman, juga memperbanyak dan mengatur
produksi agar tanaman tetap terpelihara dan pemangkasan juga perlu dilakukan
setelah masa panen buah berakhir, dengan harapan agar muncul tajuk-tajuk baru
sebagai tempat munculnya bunga baru pada musim berikutnya dengan hasil lebih
meningkat atau tetap stabil keberadaannya.

5) Pemupukan
Untuk menjaga agar kesuburan lahan tanaman jambu biji tetap stabil perlu
diberikan pupuk secara berkala dengan aturan:
a) Pada tahun 0-1 umur penanaman bibit diberikan pada setiap pohon dengan
campuran 40 kg pupuk kandang, 50 kg TSP, 100 gram Urea dan 20 gram ZK
dengan cara ditaburkan disekeliling pohon atau dengan jalan menggali di
sekeliling pohon sedalam 30 cm dan lebar antara 40-50 cm, kemudian
masukkan campuran tersebut dan tutup kembali dengan tanah galian
sebelumnya. Tanaman bisa berbuah 2 kali setahun.
b) Pemupukan tanaman umur 1-3 tahun, setelah tanaman berbuah 2 kali.
Pemupukan dilakukan dengan NPK 250 gram/pohon, dan TSP 250
gram/pohon, dan seterusnya cara seperti ini dilakukan setiap 3 bulan sekali
dengan TSP dan NPK dengan takaran sama.
c) Pemupukan tanaman umur 3 tahun keatas, Kalau pertumbuhan tanaman
kurang sempurna, terutama terlihat pada pertumbuhan tuas hasil pemangkasan
raning, berarti selain TSP dan NPK dengan ukuran yang sama tanaman
memerlukan pupuk kandang sebanyak 2 kaleng minyak per pohon.
Cara pemupukan dilakukan dengan membuat torakan yang mengelilingi tanaman
persis di bawah ujung tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm dan pupuk
segera di tanam dalam torakan tersebut dan ditutup kembali dengan bekas galian
terdahulu.

6) Pengairan dan Penyiraman
Selama dua minggu pertama setelah bibit yang berasal dari cangkokan atau
okulasi ditanam, penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sehari, pagi dan sore.
Dan minggu-minggu berikutnya penyiraman dapat dikurangi menjadi satu kali
sehari. Apabila tanaman jambu biji telah tumbuh benar-benar kuat frekuensi
penyiraman bisa dikurangi lagi yang dapat dilakukan saat-saat diperlukansaja.
Dan bila turun hujan terlalu lebat diusahakan agar sekeliling tanaman tidak
tegenang air dengan cara membuat lubang saluran untuk mengalirkan air.
Sebaliknya pada musim kemarau tanah kelihatan merekah maka diperlukan
penyiraman dengan menggunakan pompa air 3 PK untuk lahan seluas kurang
lebih 3000 m2 dan dilakukan sehari sekali tiap sore hari.

7) Waktu Penyemprotan Pestisida
Guna menjaga kemungkinan tumbuhnya penyakit atau hama yang ditimbulkan
baik karena kondisi cuaca dan juga dari hewan-hewan perusak, maka perlu
dilakukan penyemprotan pestisida pada umumnya dengan nogos, antara 15-20
hari sebelum panen dan juga perlu disemprot dengan sevin atau furadan terutama
untuk menghindarkan adanya ulat jambu, tikus atau jenis semut-semutan,
disamping itu penyemprotan dilakukan dengan fungisida jenis Delsene 200 MX
guna memberantas cendawan yang akan mengundang hadirnya semut-semut.
Disamping itu juga digunakan insektisida guna memberantas lalat buah dan kutu
daun disemprot 2 x seminggu dan setelah sebulan sebelum panen penyemprotan
dihentikan.

8) Pemeliharaan Lain
Untuk memacu munculnya bunga Jambu biji diperlukan larutan KNO3 (Kalsium
Nitrat) yang akan mempercepat 10 hari lebih awal dari pada tidak diberi KNO3 dan
juga mempunyai keunggulan memperbanyak "dompolan" bunga (tandan) jambu
biji pada setiap stadium (tahap perkembangan) dan juga mempercepat
pertumbuhan buah jambu biji, cara pemberian KNO3 dengan jalan
menyemprotkan pada pucuk-pucuk cabang dengan dosis antara 2-3 liter larutan
KNO3 untuk setiap 10 pucuk tanaman dengan ukuran larutan KNO3 adalah 10
gram yang dilarutkan dengan 1 liter pengencer teknis.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1) Ulat daun (trabala pallida)
Pengendalian: dengan menggunakan nogos.
2) Ulat keket (Ploneta diducta)
Pengendalian: sama dengan ulat daun.
3) Semut dan tikus
Pengendalian: dengan penyemprotan sevin dan furadan.
4) Kalong dan Bajing
Keberadaan serangga ini dipengaruhi faktor lingkungan baik lingkungan biotik
maupun abiotik. Yang termasuk faktor biotik seperti persediaan makanan,
Pengendalian: dengan menggunakan musuh secara alami.
5) Ulat putih
Gejala: buah menjadi berwarna putih hitam, Pengendalian: dilakukan
penyemprotan dengan insektisida yang sesuai sebanyak 2 kali seminggu hingga
satu bulan sebelum panen penyemprotan dihentikan.
6) Ulat penggerek batang (Indrabela sp)
Gejala: membuat kulit kayu dan mampu membuat lobang sepanjang 30 cm;
Pengendalian: sama dengan ulat putih.
7) Ulat jengkal (Berta chrysolineate)
Ulat pemakan daun muda, berbentuk seperti tangkai daun berwarna cokelat dan
beruas-ruas Gejala: pinggiran daun menjadi kering, keriting berwarna cokelat
kuning. Pengendalian: sama dengan ulat putih.

7.2. Penyakit
1) Penyakit karena ganggang (Cihephaleusos Vieccons)
Menyerang daun tua dan muncul pada musim hujan. Gejala: adanya bercakbercak
kecil dibagian atas daun disertai serat-serat halus berwarna jingga yang
merupakan kumpulan sporanya. Pengendalian: dengan menyempotakan
fungisida seperti Dlsene 200 MX.
2) Jamur Ceroospora psidil , Jamur karat poccinia psidil, Jamur allola psidil
Gejala: bercak pada daun berwarna hitam. Pengendalian: dengan
menyempotakan fungisida seperti Dlsene 200 MX.
3) Penyakit karena cendawan (jamur) Rigidoporus Lignosus
Gejala: rizom berwarna putih yang menempel pada akar dan apabila akar yang
kena dikupas akan nampak warna kecoklatan. Pengendalian: dengan
menyempotakan fungisida seperti Dlsene 200 MX.

7.3. Gulma
Segala macam tumbuhan pengganggu tanaman jambu biji yang berbentuk
rerumputan yang berada disekitar tanaman jambu biji yang mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman, oleh sebab itu perlu dilakukan
penyiangan secara rutin.

8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Buah jambu biji umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai berbuah, berbeda
dengan jambu yang pembibitannya dilakukan dengan cangkok/stek umur akan lebih
cepat kurang lebih 6 bulan sudah bisa buah, jambu biji yang telah matang dengan
ciri-ciri melihat warna yang disesuikan dengan jenis jambu biji yang ditanam dan juga
dengan mencium baunya serta yang terakhir dengan merasakan jambu biji yang
sudah masak dibandingkan dengan jambu yang masih hijau dan belum masak,
dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan setelah jambu bewarna hijau pekat
menjadi muda ke putih-putihan dalam kondisi ini maka jambu telah siap dipanen.

8.2. Cara Panen
Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta tangkainya, yang sudah
matang (hanya yang sudah masak) sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar
tidak menjadi rusak, waktunya setelah 4 bulan umur buah kemudian dimasukkan ke
dalam keranjang yang dibawa oleh pemetik dan setelah penuh diturunkan dengan
tali yang telah disiapkan sebelumnya, hingga pemanenan selesai dilakukan.
Pemangkasan dilakukan sekaligus panen supaya dapat bertunas kembali dengan
baik dengan harapan dapat cepat berbuah kembali.

8.3. Periode Panen
Periode pemanenan setelah buah jambu biji dilakukan pembatasan buah dalam satu
rantingnya kurang lebih 2-3 buah, hal ini dimaksudkan agar buah dapat berkembang
besar dan merata. Dengan sistem ini diharapkan pemanenan buah dapat dilakukan
dua kali dalam setahun (6 bulan) atau sekitar 2-3 bulan setelah berbuah, dengan
dicari buah yang masak, dan yang belum masak supaya ditinggal dan kemudian
dipanen kembali, catatan apabila buah sudah masak tetapi tidak dipetik maka akan
berakibat datangnya binatang pemakan buah seperti kalong, tupai dll.

8.4. Prakiraan Produksi
Apabila penanganan dan pemeliharaan semenjak pembibitan hingga panen
dilakukan secara baik dan benar serta memenuhi aturan yang ada maka dapat
diperkirakan mendapatkan hasil yang diharapkan. Pada penanaman 400 pohon
setelah 2-3 bulan dari pohon cangkokan setelah tanam sudah mulai berbunga dan 6
bulan sudah mulai dipanen, pemanenan dilakukan setiap 4 hari sekali dengan hasil
setiap panenan seberat 100 kg buah jambu. Di Indonesia per tahunnya dapat
mencapai 53.200 ton dengan luas tanaman selebar 17.100 hektar. Harga jual
sekarang ke konsumen mencapai Rp. 650,- per ikat atau sampai Rp.750/ kg.

9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah jambu biji harus dikumpulkan secara
baik, biasanya dikumpulkan tidak jauh dari lokasi pohon sehingga selesai
pemanenan secara keseluruhan. Hasil panen selanjutnya dimasukkan dalam
keranjang dengan diberi dedauan menuju ke tempat penampungan yaitu dalam
gudang/gubug.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Tujuan penyortiran buah jambu biji dimaksudkan jambu yang bagus mempunyai
harga jualnya tinggi, biasanya dipilih berdasarkan ukuran dan mutunya, buah yang
kecil tetapi baik mutunya dapat dicampur dengan buah yang besar dengan mutu
sama, yang biasanya dijual dalam bentuk kiloan atau bijian dan perlu diingat bahwa
dalam penyortiran diusahakan sama besar dan sama baik mutunya. Dan dilakukan
sesuai dengan jenis jambu biji, jangan dicampur adukkan dengan jenis yang lain.

9.3. Penyimpanan
Penyimpanan jambu biji biasanya tidak terlalu lama mengingat daya tahan jambu biji
tidak bisa terlalu lama dan sementara belum dapat dijual ke pasar ditampung dulu
dalam gubug-gubug atau gudang dengan menggunakan kantong PE, suhu sekitar
23-25 derajat C dan jambu dapat bertahan hingga 15 hari dalam kantong PE dan
ditambah 7 hari setelah dikeluarkan dari kantong PE, sehingga dapat meningkatkan
daya simpan 4,40 kali dibandingkan tanpa perlakuan. Tekanan yang baik adalah -
1013 mbar dan dapat menghasilkan kondisi PE melengket dengan sempurna pada
permukaan buah, konsentrasi C0² sebesar 5,21% dan kerusakan 13,33% setelah
penyimpanan dalam kantong PE. Jalan yang terbaik untuk penyimpanan buah jambu
dengan jalan diawetkan, biasanya dilakukan dengan jalan dibuat asinan atau
manisan dan dimasukkan dalam kaleng atau botol atau dapat juga dengan
menggunakan kantong plastik. Hal ini dapat menjaga kesterilan dan ketahanan
sehingga dapat lama dalam penyimpanannya. Serta biasanya dibuat minuman atau
koktail.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Jambu biji dengan hasil jual dapat tinggi tidak tergantung dari rasanya saja, tetapi
pada kenampakan dan cara pengikatannya, apa bilaakan di jual tidak jauh dari lokasi
maka cukup dibawa dengan dimasukkan dalam keranjang dengan melalui sarana
sepeda atau kendaraan bermotor. Untuk pengiriman dengan jarak yang agak jauh
(antar pulau) yang membutuhkan waktu hingga 2-3 hari lamanya perjalanan buah
jambu batu dilakukan dengan cara di pak dengan menggunakan peti yang berukuran
persegi panjang 60 x 28,5 x 28,5 cm, keempat sudutnya yang panjang dengan jarak
1 cm, sisi yang pendek sebaiknya dibuat dari 1atau 2 lembar papan setebal 1cm,
karena sisi ini dalam pengangkutan akan diletakkan di bagian bawah, sebaiknya
pembuatan peti dilakukan jarang-jarang guna untuk memberi kebebasan udara untuk
keluar masuk dalam peti. Sebelumnya buah jambu dipilih dan di pak. Setelah itu
disusun berderet berbentuk sudut terhadap sisi peti, yang sebelumnya dialasi
dengan lumut/sabut kelapa, atau bahan halus dan lembut lainnya. Kemudian setelah
penuh lapisan atas dilapisi lagi dengan sabut kelapa yang terakhir ditutup dengan
papan, sebaiknya kedua sisi panjang dibentuk agak gembung, biasanya penempatan
peti bagian yang pendek ditempatkan dibawah didalam perjalanan.

9.5. Penanganan Lain
Agar hasil penyimpanan dapat bernilai tinggi maka perlu dilakukan pengolahan
terlebih dulu. dan biasanya dengan cara pengawetan yang kemudian disimpan atau
dikemas dalam botol/kaleng atau juga dengan kantong plastik, guna menghambat
proses pembusukan buah didalam botol, dan dapat membuka peluang untuk
menikmati buah jambu biji pada setiap saat tanpa menunggu musim berbuah
berikutnya. Seperti berbentuk koktail jambu, manisan jambu dan jambu biji kalengan.
Dengan membuka peluang untuk dilakukan eksport buah olahan dari buah jambu
biji. Seperti jus jambu biji berbentuk cairan agak kental atau sirup.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya jambu biji seluas 1 hektar dengan jarak tanam 8 x 8 m,
populasi 156 pohon di Jawa Barat pada tahun 1999.
1) Biaya produksi tahun ke-1
1. Sewa lahan Rp. 30.000.000,-
2. Bibit 800 batang @ Rp. 3.000,- Rp. 2.400.000,-
3. Pupuk
- Pupuk kandang 6 ton @ Rp. 150.000,-/ton Rp. 900.000,-
- Urea 25 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 37.500,-
- SP-36 25 kg @ Rp.1.900,- Rp. 47.500,-
- KCl 25 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 45.000,-
4. Pestisida dan fungisida Rp. 800.000,-
5. Tenaga kerja
- Lubang tanam, ajir 23 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 161.000,-
- Beri pupuk 8 HKP + 15 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 131.000,-
- Tanam 8 HKP + 10 HKW Rp. 106.000,-
- Pemeliharaan 40 HKP+20 HKW Rp. 400.000,-
2) Biaya produksi tahun ke-2 s.d. ke-4
1. Pupuk
- Pupuk kandang 10 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 1.500.000,-
- Urea 75 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 112.500,-
- SP-36 50 kg @ Rp.1.900,- Rp. 95.000,-
- KCl 50 kg @ Rp.1.800,- Rp. 90.500,-
2. Pestisida dan fungisida Rp. 781.250,-
3. Tenaga kerja
- Tenaga pemeliharaan 50 HKP+50 HKW Rp. 625.000,-
4. Alat Rp. 600.000,-
3) Biaya produksi tahun ke-5 s.d. ke-15
1. Pupuk
- Pupuk kandang 24 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,-
- Urea 125 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 187.500,-
- SP-36 300 kg @ Rp.1.900,- Rp. 570.000,-
- KCl 150 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 270.000,-
2. Pestisida dan fungisida Rp. 1.093.750,-
3. Alat Rp. 450.000,-
4. Tenaga kerja
- Pemeliharaan 50 HKP + 60 HKW Rp. 675.000,-
- Panen & pasca panen 40 HKP + 50 HKW Rp. 550.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 15 tahun Rp. 127.799.500,-
4) Pendapatan dari hasil produksi (15 tahun) : 70 ton Rp. 245.000.000,-
5) Keuntungan bersih 15 tahun Rp. 117.200.500,-
6) Parameter kelayakan usaha
1. B/C rasio = 1,917
Panen dimulai pada tahun ke 6 dan keuntungan mulai diraih pada tahun ke enam.
Analisis biaya dan pendapatan ini tidak bersifat tetap, tergantung pada besarnya
sewa lahan, upah pekerja, fluktuasi harga saprodi,dan harga produksi buah yang
didapatkan.

10.2.Gambaran Peluang Agrobisnis
Prospek komoditi jambu biji cukup cerah, sebab permintaan terhadap komoditi ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Hanya dalam membudidayakan tanaman jambu
air perlu memilih jenis yang tepat, yakni yang banyak digemari masyarakat, seperti
jambu biji bangkok

11. STANDAR PRODUKSI
11.1.Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan
contoh dan cara pengemasan.

11.2.Diskripsi


11.3.Klasifikasi dan Standar Mutu


11.4.Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari
setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan
bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai
diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.
a. Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
b. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 101 sampai dengan 300, contoh yang diambil
7.
c. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
d. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
e. Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15
(minimum).
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman
atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

11.5.Pengemasan
Jambu biji dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih
maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain:
nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat bersih,
negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (BLB)

Status

Penyakit hawar daun bakteri (bacterial leaf blight = BLB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Penyakit ini di Indonesia tersebar hampir diseluruh daerah pertanaman padi baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dan selalu timbul baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim hujan biasanya berkembang lebih baik. Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati.

Biologi dan Ekologi

Penyakit hawar daun bakteri disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo). Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna kuning.Patogen ini mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menyerang varuetas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Di Indonesia hingga saat ini telah ditemukan sekitar 12 kelompok isolat (strain) berdasarkan virulensinya terhadap varietas diferensial. Isolat kelompok VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan, sedangkan kelompok IV tidak begitu luas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan umumnya semua varietas padi peka terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca dan ketahanan tanaman. Bakteri Xoo menginfeksi tanaman melalui hidatoda atau luka. Setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri memperbanyak diri dalam epithemi yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkutan, kemudian tersebar kejaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman. Namun yang paling umum ialah terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum sampai fase berbunga. Pada stadia bibit, gejala penyakit disebut kresek, sedang pada stadia tanaman yang lebih lanjut, gejala disebut hawar (blight). Gejala diawali dengan bercak kelabu (water soaked) umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas yang rentan bercak berkembang terus, dan akhirnya membentuk hawar. Pada keadaan yang parah, pertanaman terlihat kering seperti terbakar.

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapang, kelembaban tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat meningkatkan keparahan penyakit.

Pengendalian

Pengendalian penyakit HDB dengan varietas tahan sangat efektif dan mudah diterapkan. Namun teknologi ini terhambat oleh pembentukan berbagai patotipe patogen Xoo, yang pada suatu saat mampu mematahkan sifat tahan yang ada. Untuk menghadapi penyakit yang disebabkan oleh patogen yang mampu membentuk strain, seperti HDB ini, taktik pergiliran varietas tahan perlu didesign secara cermat, agar varietas tahan dapat berfungsi secara baik. Taktik ini memerlukan dukungan berbagai data terutama yang berkaitan dengan profil patotipe yang ada di suatu ekosistem dan respon genotipe padi di berbagai ekosistem sebagai gambaran interaksi antara patotipe dan genotipe padi. Mengingat sifat patogen Xoo yang sangat mudah membentuk patotipe baru maka pengendalian penyakit seperti ini seyogyanya dilakukan dengan penggunaan varietas yang memiliki ketahanan lebih dari satu gen ketahanan (polygenic resisstant). Varietas Angke dan Conde tahan terhadap bakteri X. oryzae pv. oryzea strain III, IV, dan VIII. Pengendalian secara kimiawi untuk penyakit hawar daun bakteri kurang efektif disamping itu biayanya cukup mahal.

VIRUS TUNGRO

Status

Penyakit tungro merupakan salah satu kendala produksi padi nasional karena kehilangan hasil yang diakibatkannya tinggi, saat ini telah menyebar hampir keseluruh Indonesia terutama seranganya sering meluas (ledakan serangan/outbreak) di daerah sentra produksi beras nasional seperti di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Kalimantan Selatan. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, luas tanaman terinfeksi setiap tahunnya rata-rata mencapai 16.477 ha, rusak total (puso) 1.027 ha selama periode 1996-2002. Dengan perkiraan kehilangan hasil dari tanaman terinfeksi rata-rata 20%, tanaman puso 90%, harga gabah Rp. 1200 /kg kerugian akibat penyakit tungro mencapai Rp. 14,1 Milyar. Pada saat terjadi ledakan serangan nilai kerugian bisa melebihi dari perhitungan tersebut diatas. Ledakan tungro sepuluh tahun terakhir ini terjadi di Kabupaten Klaten pada tahun 1995 dengan luas tanaman terserang 12.340 ha, di Nusa Tenggara Barat pada 1998 dengan luas serangan mencapai 15.000 ha. Disamping itu penyebaran tungro di Jawa Barat terutama di dataran rendah Kabupaten Subang di Jalur Pantai Utara (Jalur Pantura) semakian meluas.

Biologi dan Ekologi

Infeksi virus tungro menyebabkan tanaman kerdil, daun muda berwarna kuning dari ujung daun, daun yang kuning nampak sedikit melintir dan jumlah anakan lebih sedikit dari tanaman sehat. Secara umum hamparan tanaman padi terlihat berwarna kuning dan tinggi tanaman tidak merata, terlihat spot-spot tanaman kerdil.

Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yaitu virus bentuk batang (RTBV: rice tungro bacilliform virus) dan bentuk bulat (RTSV : rice tungro sperical virus) yang hanya dapat ditularkan oleh wereng, terutama yang paling efisien adalah spesies wereng hijau Nephotettix virescens Distant. Wereng hijau dapat mengambil kedua virus tersebut dari singgang, bibit voluntir (ceceran gabah saat panen yang tumbuh), teki, dan eceng. Wereng hijau spesies N. virescens telah mendominasi komposisi spesies wereng hijau di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Populasi N.virescens jarang mencapai kepadatan populasi tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan langsung. Adanya kebiasaan pemencaran imago terutama di daerah tanam tidak sermpak, meskipun populasinya rendah apabila ada sumber inokulum efektif menyebarkan tungro.

Kehilangan hasil akan tinggi bahkan bisa tidak menghasilkan sama sekali bila kedua virus menginfeksi tanaman peka dan terjadi pada saat awal fase vegetatif tanaman. Kehilangan hasil terjadi karena jumlah anakan sedikit dan terganggunya fotosintesa akibat daun berwarna kuning klorofilnya kurang sehingga pengisian gabah tidah sempurna. Virus bulat dari segi penyebaran tungro sangat penting karena virus batang hanya dapat disebarkan oleh wereng hijau apabila wereng hijau telah memperoleh virus bulat. Virus bulat biasanya ditemukan menginfeksi terlebih dahulu pada tanaman maupun pada wereng hijau. Terjadi 2 puncak tambah tanaman terinfeksi dalam satu periode pertumbuhan tanaman padi. Puncak pertama terjadi pada saat tanaman umur satu bulan setelah tanam dan puncak yang kedua terjadi saat tanaman umur dua bulan setelah tanam. Siklus infeksi pertama dilakukan oleh wereng hijau imigran dari sekitarnya, sebangkan siklus kedua oleh keturunannya yang berkembang di lokasi tersebut.

Pengendalian

Pengendalian penyakit tungro dianjurkan dilakukan dengan memadukan teknik pengendalian yang berefek sinergis memperkuat meknisme pengendalian alami, dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu, yang diitroduksikan/aplikasikan secara bertahap sesuai dengan tahapan budidaya. Aplikasi insektisida untuk mematikan secara cepat wereng hijau agar efisien dan berdampak paling sedikit terhadap lingkungan, sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil pengamatan tentang kondisi ancaman tungro

a. Pra-tanam

1) Rencanakan tanam bersamaan pada areal sehamparan minimal pada luasan 40ha, berdasarkan jangkauan dari satu sumber inokulum.

2) Rencanakan waktu tanam dengan memperkirakan saat puncak kepadatan populasi wereng hijau dan keberadaan tungro terjadi, tanaman telah melewati fase vegetatif.

3) Bersihkan sumber inokulum tungro seperti singgang, bibit yang tumbuh dari ceceran gabah, rumput teki dan eceng sebelum membuat pesemaian. Wereng hijau memperoleh virus dari sumber-sumber inokulum tersebut. Biarkan pematang ditumbuhi rumput lain selain sumber inokulum tersebut untuk tempat berlindung musuh alami.

4) Tanam varietas tahan wereng hijau atau tahan tungro dengan memperhatikan kesesuaian varietas sesuai dengan Tabel ketahanan varietas di bawah ini:

Tingkat ketahanan golongan varietas tahan wereng hijau terhadap koloni-koloni N. virescens.

Keterangan:

P: Peka (kemampuan wereng hijau menularkan tungro pada varietas tersebut tidak berbeda nyata atau nyata lebih tinggi dari kemampuan menularkan tungro pada varietas Cisadane dengan uji DMRT pada taraf uji 5%)

T: Tahan (kemampuan wereng hijau pada varietas tersebut nyata lebih rendah dari kemampuannya menularkan tungro pada varietas Cisadane dengan uji DMRT pada taraf uji 5%)

Gol. T1: IR20, IR30, IR26, IR46, Citarum, dan Serayu

Gol. T2: IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh dan Bengawan Solo

Gol. T3: IR50, IR48, IR54, IR52 dan IR64

Gol. T4: IR66, IR70, IR72, IR68, Barumun, dan Klara.

Ketahanan varietas tahan virus tungro terhadap berbagai sumber inokulum tungro

Keterangan:

T: Tahan (Sesuai :tungro <50%); P: Peka (Tidak sesuai : tungro >50%). -: belum diuji

b. Tanam (dari saat pesemaian sampai akhir fase vegetatif tanaman)

Untuk mengetahui ancaman tungro, terlebih-lebih apabila poin 1-4 periode pra-tanam tidak dapat dilakukan, amati ancaman tungro di pesemaian dan saat tanaman muda dengan cara sebagai berikut :

1) Amati populasi wereng hijau di pesemaian dengan jaring serangga 10 kali ayunan. Uji infeksi virus dengan uji yodium dari 20 daun. Apabila hasil perkalian antara jumlah wereng hijau dan persentase daun terinfeksi sama atau lebih dari 75 maka tanaman terancam. Aplikasi antifidan dengan bahan aktif imidacloprid, thiametoxam atau bahan aktif lainnya di pesemaian atau saat tanaman umur 1 minggu setelah tanam untuk menghambat pemerolehan dan penularan. Apabila tidak mampu mengamati populasi dan tanaman terinfeksi di pesemaian, amati gejala tungro saat tanaman umur 3 mst.

2) Tanam dengan cara legowo 2 baris atau 4 baris. Pemencaran wereng hijau berkurang pada pola sebaran inang yang ditanam secara legowo.

3) Pada saat tanaman umur 3 mst, apabila dari petakan alamiah dengan luas kurang lebih 100m2 ditemukan 2 rumpun tanaman bergejala tungro, tanaman terancam. Lakukan secepatnya aplikasi insektisida fungsi ganda yaitu insektisida yang dapat mematikan wereng hijau dan pada residu rendah bersifat antifidan misalnya insektisida berbahan aktif imidacloprid atau thiametoxam atau yang lainnya untuk menghambat pemerolehan dan penularan virus.

4) Sawah jangan dikeringkan, usahakan paling tidak dalam kondisi air macak-macak. Sawah kering merangsang pemencaran wereng hijau yang dapat memperluas penularan.

HAMA WALANG SANGIT (Leptcorisa oratorius)



Status

Walang sangit (L. oratorius L) adalah hama yang menyerang tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama ini cukup luas.

Di Indonesia walang sangit merupakan hama potensial yang pada waktu-waktu tertentu menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 50%. Diduga bahwa populasi 100.000 ekor per hektar dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil penelitian menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan hasil 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat menurunkan hasil 27%

Kwalitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit. Diantaranya menyebabkan meningkatnya Grain dis-coloration. Sehingga serangan walang sangit disamping secara langsung menurunkan hasil, secara tidak langsung juga sangat menurunkan kwalitas gabah.

Biologi dan ekologi

Tanaman inang alternatif hama walang sangit adalah tanaman rumput-rumputan antara lain: Panicum spp; Andropogon sorgum; Digitaria consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus polystachys, Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum.

Dewasa walang sangit meletakan telur pada bagian atas daun tanaman. Pada tanaman padi daun bendera lebih disukai. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari, terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama preoviposition + 21 hari, sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit + 46 hari.

Nimpa setelah menetas bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia masak susu, bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimpa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru yang cocok sebagai makanannya. Nimpa-nimpa dan dewasa pada siang hari yang panas bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga dewasa pada pagi hari aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam hari.

Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat pada sekitar sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah generasi perkembangan hama walang sangit.

Di alam hama walang sangit diketahui diserang oleh dua jenis parasitoid telur yaitu Gryon nixoni Mesner dan O. malayensis Ferr. Parasitasi kedua parasitoid ini di lapangan dibawah 50%. Pengamatan yang dilakukan pada tahun 1997 dan 2000 pada beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan parasitoid G. nixoni lebih dominan dibandingkan dengan parasitoid O. malayensis. Parasitoid O. malayensis hanya ditemukan pada daerah pertanaman padi di daerah agak pegunungan dimana disamping pertanaman padi banyak ditanaman palawija seperti kedelai atau kacang panjang O. malayensis selain menyerang telur walang sangit juga menyerang telur hama Riptortus linearis dan Nezara viridula yang merupakan hama utama tanaman kedelai. Berbagai jenis laba-laba dan jenis belalang famili Gryllidae dan Tettigonidae menjadi predator hama walang sangit. Jamur Beauveria sp juga merupakan musuh alami walang sangit. Jamur ini menyerang stadia nimpa dan dewasa.

Pengendalian

Pengendalian secara kultur teknik

Sampai sekarang belum ada varietas padi yang tahan terhadap hama walang sangit. Berdasarkan cara hidup walang sangit, tanam serempak dalam satu hamparan merupakan cara pengendalian yang sangat dianjurkan. Setelah ada tanaman padi berbunga walang sangit akan segera pindah dari rumput-rumputan atau tanaman sekitar sawah ke pertanaman padi yang pertama kali berbunga. Sehingga jika pertanaman tidak serempak pertanaman yang berbunga paling awal akan diserang lebih dahulu dan tempat berkembang biak . Pertanaman yang paling lambat tanam akan mendapatkan serangan yang relatif lebih berat karena walang sangit sudah berkembang biak pada pertanaman yang berbunga lebih dahulu. Dianjurkan beda tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 2,5 bulan.

Plot-plot kecil ditanam lebih awal dari pertanaman sekitarnya dapat digunakan sebagai tanaman perangkap. Setelah tanaman perangkap berbunga walang sangit akan tertarik pada plot tanaman perangkan dan dilakukan pemberantasan sehingga pertanaman utama relatif berkurang populasi walang sangitnya.

Pengendalian secara biologis

Potensi agens hayati pengendali hama walang sangit masih sangat sedikit diteliti. Beberapa penelitian telah dilakukan terutama pemanfaatan parasitoid dan jamur masih skala rumah kasa atau semi lapang. Parasitoid yang mulai diteliti adalah O. malayensis sedangkan jenis jamurnya adalan Beauveria sp dan Metharizum sp.

Pengendalian dengan menggunakan perilaku serangga

Walang sangit tertarik oleh senyawa (bebauan) yang dikandung tanaman Lycopodium sp dan Ceratophylum sp. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menarik hama walang sangit dan kemudian secara fisik dimatikan. Bau bangkai binatang terutama bangkai kepiting juga efektif untuk menarik hama walang sangit.

Pengendalian kimiawi

Pengendalian kimiawi dilakukan pada padi setelah berbunga sampai masak susu, ambang kendali untuk walang sangit adalah enam ekor /m2. Banyak insektisida yang cukup efektif terutama yang berbentuk cair atau tepung sedangkan yang berbentuk granula tidak dapat dianjurkan untuk mengendalikan walang sangit. Insektida anjuran untuk tanaman padi yang cukup efektif terhadap walang sangit adalah BPMC dan MIPC.